Soko Kreatif

Kemenpar Gelar Forum untuk Serap Aspirasi Stakeholder Terkait Pengawasan Perizinan Usaha Pariwisata

Salah satu yang perlu diperhatikan dalam perizinan usaha berisiko tinggi adalah persetujuan lingkungan yang menjadi jantungnya sistem perizinan di Indonesia.

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
28 Mei 2025
<p>Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata, Rizki Handayani pada Forum komunikasi Penguatan Kebijakan dan Implementasi Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, di Grand Mansion Menteng, Jakarta, Selasa, 27 Mei 2025. (Dok. Kemenpar)</p>

Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata, Rizki Handayani pada Forum komunikasi Penguatan Kebijakan dan Implementasi Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, di Grand Mansion Menteng, Jakarta, Selasa, 27 Mei 2025. (Dok. Kemenpar)

SOKOGURU, JAKARTA- Sejumlah Dinas pariwisata, asosiasi, dan pelaku usaha memberikan masukan kepada Pemerintah melalui forum komunikasi Penguatan Kebijakan dan Implementasi Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, di Grand Mansion Menteng, Jakarta, Selasa, 27 Mei 2025.

Beberapa masukan yang diajukan para stakeholder pariwisata itu  mulai dari skema pembaharuan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (LSHS), pelatihan keselamatan kerja, dan peningkatan SDM.

Masukan lainnya terkait perlunya  memperkuat sistem tanggap darurat di destinasi wisata, pengawasan lebih lanjut bagi travel agent yang belum memiliki perizinan resmi, hingga perlu adanya gerakan atau seruan memanfaatkan travel agent resmi untuk merancang perjalanan wisata.

Baca juga: Promosikan Pariwisata Indonesia, Kemenpar Berpartisipasi di Osaka World Expo 2025 Jepang, 26-31 Mei

Hal itu disampaikan Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata, Rizki Handayani, dalam keterangan resmi Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Rabu, 28 Mei.

Acara yang digelar oleh Kemenpar itu bertujuan  untuk menyerap aspirasi dan kendala di lapangan sekaligus merumuskan kesepakatan bersama dalam penguatan implementasi pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko di sektor pariwisata.

“Pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko diharapkan dapat berjalan seiring dengan segala masukkan dan hambatan yang diidentifikasi dan diselesaikan berdasarkan diskusi bersama lintas sektor, sehingga tercipta ekosistem pengawasan dan kualitas pelayanan pariwisata yang lebih baik,” ujar Rizki.

Menurutnya, pengawasan perlu dilakukan agar wisatawan mendapat pengalaman yang baik selama berwisata. Hal itu menjadi tanggung jawab bersama lintas kementerian/lembaga.

Baca juga: Destinasi Wisata harus Bebas Pungli, Kemenpar Gelar Rapat Tanggapi Kasus Pungli di Sumba Barat

“Kami memahami banyak standar-standar yang belum kita punyai dan pedoman yang belum dibuat oleh Kemenpar yang terkait dengan risiko tinggi. Namun tidak menutup kemungkinan pada forum ini bisa memberikan masukan kepada kami di Kemenpar maupun kepada dinas,” imbuhnya.

Kemenpar, sambung Rizki, telah mengembangkan Sistem Informasi Pengawasan Standar Usaha Pariwisata. Yang di dalamnya meliputi data tentang usaha-usaha pariwisata yang sudah tersertifikasi atau sudah menerapkan standar. 

Saat ini, ujarnya lagi, sistem tersebut masih dalam tahap penyempurnaan, agar bisa dimanfaatkan secara optimal.

Baca juga: Travex ATF Malaysia: Kemenpar Gandeng 18 Pelaku Industri Promosikan Pariwisata Indonesia

Dalam kesempatan tersebut, sejumlah perwakilan kementerian/lembaga hadir menyampaikan berbagai paparan mengenai pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko berdasarkan perspektif bidang masing-masing, di antaranya investasi dan hilirisasi; lingkungan hidup; agraria dan tata ruang; pekerjaan umum; ketenagakerjaan; kelautan dan perikanan; perikanan; serta kehutanan.

Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Percepatan Investasi dan Hilirisasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ichsan Zulkarnaen, mengatakan pengawasan itu menjadi kunci dalam menjalankan perizinan berusaha berbasis risiko.

“Kita bersama-sama bisa bersinergi, memperkuat pengawasan perizinan berusaha berbasis risiko ini sebagai bagian untuk membangun bangsa dan mewujudkan ekosistem usaha yang sehat yang berkelanjutan dan juga yang inklusif,” katanya.

Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor, Kementerian Lingkungan Hidup, Widhi Handoyo menyampaikan salah satu yang perlu diperhatikan dalam perizinan usaha berisiko tinggi adalah persetujuan lingkungan yang menjadi jantungnya sistem perizinan di Indonesia. 

“Sebab secara legal sesuai UU Cipta Kerja Perizinan Berusaha untuk usaha dan kegiatan tidak dapat diterbitkan tanpa adanya persetujuan lingkungan,” kata Widhi.

Di sisi lain, Direktur Bina Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan, Yuli Adiratna, mengungkapkan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) diperlukan sebagai fondasi industri pariwisata Indonesia yang berkelanjutan.

“Dalam implementasinya diperlukan komitmen dan aksi nyata lintas sektor secara konsisten, seperti joint inspection dan menyusun panduan K3 Pariwisata,” katanya.

​​Pada kesempatan itu hadir sejumlah pejabat eselon I dan II di lingkungan Kementerian Pariwisata, kementerian/lembaga terkait, Asosiasi, Lembaga Sertifikasi (LSPr) Usaha Pariwisata, dan aparat kepolisian. (SG-1)